Kamis, 22 April 2010

Etika IT di Mata Hukum



Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. (http://www.wikipedia.com/)

Pengertian tentang hak cipta di atas sudah sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2002, atau yang dikenal dengan Undang Undang Hak Cipta (UU HC). Hak cipta digunakan bukan untuk memonopoli namun mencegah terjadinya monopoli itu sendiri. Untuk memudahkan pembahasan selanjutnya, silakan juga membaca UU 19/2002.

Setiap hasil karya tentunya memiliki hak untuk dihargai, sebagai usaha dan pemikiran dari pencipta, khususnya di dunia cyber yang dapat dilihat oleh seluruh pengguna internet di dunia semakin wajibnya diberikan hak cipta yang sesuai dengan hasil karyanya.

Sebuah karya dalam dunia maya agaknya sulit untuk dijaga, sekian banyak manusia dengan beraneka pemikiran dan aneka ilmu yang dimiliki tentunya akan berupaya dengan biaya yang murah untuk diambil. Khususnya di negeri kita tercinta, Indonesia minimnya upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan hak cipta bagi sebuah karya.

Beberapa contoh, di antaranya :

Sebuah website, tentunya dibuat dengan pemikiran yang sangat sulit dan nilai seni yang tinggi, tapi ketika masuk ke dunia maya, banyak sekali yang meniru atau mengambil untuk diubah, ini mungkin fenomena undang-undang perlindungan hukum yang kurang dan penjagaan yang tidak ketat dari setiap Negara, mungkin kita tidak sadari begitu beratnya membuat sebuah hasil karya , kemudia kita ambil dan dibuatkan sebuah tulisan karya kita.

Begitu juga pada sebuah aplikasi yang dibuat seperti pada perusahaan salah satunya Microsoft, sebagai perusahaan besar Amerika ini banyak sekali dirugikan dari berbagai Negara, seperti India , Indonesia , Marocco yang penulis tau dan punya bukti kuat, serta masih banyak Negara yang melakukan pembajakan atas karya tersebut.

Undang – undang perlindungan yang dimiliki merupakan lokal setempat, berarti ketika masuk ke wilayah dunia maka sulit untuk diberlakukan undang-undang tersebut, itulah salah satu penyebab sulitnya mendapatkan perlindungan hukum untuk pencipta karya, karena mereka harus melakukan pengesahan hak cipta di setiap lokal area atau setiap Negara, mungkin bagi sebuah perusahaan seperti Microsoft tidak begitu sulit, tapi bagaimana ketika pembuat karya tersebut adalah sebuah perusahaan kecil yang baru hidup .

Mungkin perlunya ada sebuah kesepahaman dan pertemuan sekelas PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) agar terjadinya kesepakatan Undang-undang perlindungan hak cipta dan dapat di sahkan melalui satu Negara dimana pencipta berdomisili dan disahkan / legalkan untuk disahkan secara internasional, agar para pembajak / penjiplak bisa dikenakan sanksi yang tegas dan dilakukan di pengadilan Internasional atau melalui Negara masing-masing , mungkin juga bisa dilakukan di Negara tempat pencipta karya tersebut dibuat, sehingga setiap karya akan merasa aman untuk dibuat dan dipublikasikan di sebuah dunia cyber.

Walaupun mungkin saat ini hanya bisa melalui nomor aktifasi, tapi itupun masih banyak celah untuk dibajak, kita berharap Kementrian Hukum di Indonesia bisa menggagas untuk menerbitkan Undang-undang yang bisa disepakati seluruh Negara yang pendaftarannya bisa ditiap Negara penerbit aplikasi.